Jakarta,Sinyalpena.com – Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI), Noor Azhari menyayangkan pernyataan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi DKI Jakarta yang mengklaim proses seleksi FKDM se-DKI Jakarta berlangsung objektif dan bebas dari kepentingan politik.
“Klarifikasi Kesbangpol yang disampaikan Sofiudin Kasub Kewaspadaan Kesbangpol Provinsi DKI Jakarta itu tidak hanya lemah, tapi menyesatkan publik. Fakta di lapangan justru menunjukkan indikasi kuat penyusupan kepentingan partai politik dalam tim penguji maupun tim seleksi FKDM di seluruh wilayah Jakarta. Ini bukan asumsi, tapi data faktual,” tegas Noor Azhari, Kamis (7/8/2025) di Jakarta.
Azhari mengungkap secara gamblang rekapitulasi hasil penelusuran identitas sejumlah nama dalam Tim Penguji FKDM se-Jakarta yang terindikasi kuat memiliki afiliasi atau bahkan status sebagai mantan calon legislatif (caleg) dari berbagai partai politik:
1. Muhamad Ishaq – tercatat sebagai kader dan Caleg Partai PPP.
2. Dimas Dharma Pratama – Caleg Partai NasDem, saat ini tercatat sebagai Tim Penguji FKDM Jakarta Selatan.
3. Edria Hotmaida – tercantum sebagai tim penguji Jakarta Barat, namun tidak ditemukan jejak profesionalnya sebagai guru atau akademisi seperti yang diklaim.
4. Abdul Azis – mantan Caleg Partai Golkar, masuk sebagai penguji FKDM wilayah Jakarta Utara.
5. Faris Royan – berasal dari Partai NasDem, menjabat sebagai penguji FKDM Jakarta Pusat.
6. Ahmad Munthoi – eks Caleg PKB, menjadi tim penguji FKDM wilayah Kepulauan Seribu.
7. Husny Mubarok – tercatat sebagai Caleg PKB, kini terlibat dalam seleksi FKDM Jakarta Timur.
8. Sulton Mu’minah – mantan Caleg Golkar, juga masuk dalam tim seleksi FKDM Jakarta Timur.
“Bagaimana bisa Kesbangpol DKI Jakarta mengklaim seleksi ini objektif dan netral, jika daftar tim seleksinya justru didominasi oleh eks caleg dari partai politik yang terang-benderang?” tanya Azhari dengan nada geram.
Menurut Noor Azhari, penyusupan oknum-oknum eks caleg ke dalam tim seleksi FKDM ini jelas melanggar prinsip netralitas, bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Kewaspadaan Dini di Daerah, yang menegaskan bahwa FKDM harus bersifat independen, non partisan, dan bebas dari kepentingan politik.
“FKDM itu dibentuk bukan sebagai perpanjangan tangan partai politik, apalagi jadi ajang konsolidasi bekas caleg gagal. Lembaga ini dibiayai oleh APBD, dan itu uang rakyat. Maka integritas dan netralitas seleksi adalah harga mati,” ujarnya.
Ia juga menyatakan bahwa pengangkatan tim seleksi yang sarat konflik kepentingan tersebut patut diduga sebagai bentuk maladministrasi dan penyalahgunaan kewenangan, sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
“Ini bukan sekadar persoalan etika birokrasi. Sudah masuk ranah dugaan pelanggaran hukum, karena menggunakan anggaran publik untuk kepentingan yang tidak sesuai mandat peraturan perundang-undangan,” tegasnya.
Noor Azhari juga mengingatkan bahwa keberadaan para mantan caleg sebagai tim seleksi/penguji FKDM bisa menciderai legitimasi seluruh proses rekrutmen dan menurunkan kepercayaan publik terhadap lembaga ini.
“Kalau unsur penyusunnya saja sudah bias kepentingan, jangan harap hasilnya akan menghasilkan personel FKDM yang murni lahir dari masyarakat. Ini akan membunuh fungsi FKDM sebagai deteksi dini atas konflik sosial dan ancaman kebangsaan,” lanjutnya.
Ia meminta Gubernur DKI Jakarta dan DPRD Provinsi DKI Jakarta segera evaluasi terhadap proses seleksi FKDM serta mengevaluasi kinerja Kepala Kesbangpol DKI Jakarta.
“Rakyat Jakarta tidak butuh FKDM yang disusupi kepentingan partai. Kami butuh FKDM yang betul-betul lahir dari tokoh masyarakat yang independen, peka terhadap ancaman lokal, dan bisa bekerja sama lintas unsur tanpa tekanan politik,” pungkasnya. (**)